Peran CSR dalam Perusaahan

Coorperate sosial respobility (CSR) atau tanggung sosial, menjadi sebuah kredo baru bagi pelaku bisnis. CSR merupakan media perusahaan untuk menjawab berbagai kritik. Sekarang, banyak perusahaan atau pelaku industri menjadikan CSR menjadi yang terintegrasi dari perusahaan, isu lingkungan, pembangunan berkelanjutan, perubahan iklim, juga mendapat perhatian yang serius dari pelaku bisnis. Kalau kita lihat di seluruh dunia, ada 175 perusahaan yang tergabung dalam World Busnis Council Sustainable Development (WBCSD) yang mengangkat isu : Community Development, Lingkungan, Livelihood dan Perubahaan Iklim. Kalau di Indonesia, Perusahaan Swasta maupun BUMN tergabung dalam Corporate Forum for Community Development (CFCD) yang mempunyai misi : Meningkatkan kesadaran umum akan pentingnya program Community Development bagi perusahaan sebagai bagian integral dari pembangunan masyarakat-bangsa sekaligus meningkatkan apresiasi dan pemahaman masyarakat atas peran dan fungsi Corporate CD dan CD Officer. Karenanya, CSR dalam image perusahaan dan peningkatan bisnis tidak bisa di pandang remeh.

Sejarah CSR

Dalam konteks global, istilah CSR mulai digunakan sejak tahun 1970an dan semakin populer terutama setelah kehadiran buku Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business (1998), karya John Elkington. Mengembangkan tiga komponen penting sustainable development, yakni economic growth, environmental protection, dan social equity, yang digagas The World Commission on Environment and Development (WCED) dalam Brundtland Report (1987), Elkington mengemas CSR ke dalam tiga fokus: 3P, singkatan dari profit, planet dan people. Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi belaka (profit). Melainkan pula memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people).

Di Indonesia, istilah CSR semakin populer digunakan sejak tahun 1990-an. Beberapa perusahaan sebenarnya telah lama melakukan CSA (Corporate Social Activity) atau “aktivitas sosial perusahaan”. Walaupun tidak menamainya sebagai CSR, secara faktual aksinya mendekati konsep CSR yang merepresentasikan bentuk “peran serta” dan “kepedulian” perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan. Melalui konsep investasi sosial perusahaan “seat belt”, sejak tahun 2003 Departemen Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah yang aktif dalam mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai perusahaan nasional.

Kepedulian sosial perusahaan terutama didasari alasan bahwasanya kegiatan perusahaan membawa dampak – for better or worse, bagi kondisi lingkungan dan sosial-ekonomi masyarakat, khususnya di sekitar perusahaan beroperasi. Selain itu, pemilik perusahaan sejatinya bukan hanya shareholders atau para pemegang saham. Melainkan pula stakeholders, yakni pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan.

Stakeholders dapat mencakup karyawan dan keluarganya, pelanggan, pemasok, masyarakat sekitar perusahaan, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, media massa dan pemerintah selaku regulator. Jenis dan prioritas stakeholders relatif berbeda antara satu perusahaan dengan lainnya, tergantung pada core bisnis perusahaan yang bersangkutan (Supomo, 2004). Sebagai contoh, PT Aneka Tambang, Tbk. dan Rio Tinto menempatkan masyarakat dan lingkungan sekitar sebagai stakeholders dalam skala prioritasnya. Sementara itu, stakeholders dalam skala prioritas bagi produk konsumen seperti Unilever atau Procter & Gamble adalah para customer-nya.

Implementasi CSR

Walau sadar akan pentingnya CSR, dalam mengimplementasikan CSR perusahaan memakai metode berbeda-beda. Implementasi bisa model Charity atau Pemberdayaan. Untuk model Charity, perusahaan hanya berpatok pada model sekedar menghabiskan anggaran dan menafikan kebutuhan masyarakat, model tersebut mendapat kritik disebabkan model tersebut hanya menjadikan candu bagi masyrakat saja,dan menjadikan masyarakat tergantung dan tidak berdaya.

Ketika model Charity sekarang sudah mulai ditinggalkan, maka model Community Development pun hadir sebagai pilihan. Model CD dianggap mampu meningkatkan kapisitas masyarakat dan pemberdayaan masyarakat. Karenanya, perusahaan seperti HESS, Exxon Mobile, Holcim, Freepot, PT Aneka Tambang, atau Santos, dalam melaksanakan program CSR mendasarkannya pada kebutuhan masyarakat. CSR yang berbasis CD juga memberi Nilai Plus terhadap perusahaan yaitu Good Coorperate Governance, serta memberi Nilai Positif bagi perusahaan di mata Publik. CSR juga sebagai wadah ruang dialog antar pelaku usaha dengan masyarakat, sehingga perusahaan dan masyarakat terjadi hubungan simbiosis mutualisme.

==> Ditulis oleh Irul Umam, Kerabat Antropologi Unair 2000

7 responses to “Peran CSR dalam Perusaahan

  1. Menarik dengan apa yang dikemukakan kerabat Irul terkait dengan wacana CSR di Indonesia, namun ada beberapa hal yang mungkin penting juga diketengahkan disini dari sudut pandang yang lain [Perusahaan] sebagai referensi kita dalam menyikapi suatu fenomena secara kritis dan obyektif.

    Sepakat dengan pendapat yang mengatakan bahwa konsep dan implementasi CSR tsb masih belum jelas karena secara epistemologi akronim CSR masih berbau kepentingan coorporate an sich. artinya kepentingan marketing good will perusahaan ikut berperan disini. oleh karena itu saya pribadi lebih setuju konsep CSR dan sering kali saya lebih cenderung menyebutkannya sebagai SR [Social Responsibility].

    Mengapa demikian?, saat ini implementasi CSR pun menjadi salah satu strategi marketing yang effektif bagi suatu coorporate dalam mendongkrak laba perusahaan baik dengan keuntungan dari hasil penjualan productnya maupun berdasarkan kenaikan penjualan indeks harga saham gabungan perusahaan tertentu. dalam artian CSR yang mereka lakukan masih lebih berpihak kepada coorporate dibandingkan dengan kebutuhan community. perusahaan mendapatkan untung secara materi, masyarakat belum tentu terentas dari kemiskinan yang menderanya akibat proses industrialisasi.

    Fokus tujuan Social Responsibility adalah dampak positif yang didapatkan oleh masyarakat sekitar perusahaan akibat adanya industrialisasi. parameter yang bisa diukur disini adalah apakah angka kemiskinan di sekitar perusahaan tersebut menjadi berkurang dengan adanya program SR dari perusahaan yang ada, lepasnya ketergantungan masyarakat atas model charity yang selalu diberikan oleh perusahaan dan atau terbukanya akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk ikut menikmati hasil keuntungan perusahaan dalam rangka mengurangi jumlah kemiskinan.

    Fenomena yang muncul adalah kegiatan yang sebenarnya berupa social event seperti pembagian sembako, pengobatan gratis ataupun kegiatan lain yang bersifat instant oleh beberapa perusahaan di klaim sebagai program CSR mereka, yang bertujuan untuk pengentasan kemiskinan. pendapat tersebut sah-sah saja dibenarkan, namun jangka panjangnya tingkat ketergantungan masyarakat pun akan semakin tinggi. apakah demikian tujuan CSR itu?!…

    Perdebatan ini memang tidak akan mencapai titik temu karena semua memiliki landasan pendapat yang sama-sama shahih dan bisa dipertanggung jawabkan, kecenderungan yang umum dilaksanakan coorporate memang demikian karena relatif mudah dilaksanakan dan tidak terlalu njlimet. karena sebenarnya tujuan utama yang diharapkan oleh coorporate terkait masalah CSR ini adalah memastikan prose beroperasinya produksi mereka bisa berjalan aman dan lancar secara sosial. sehingga mekanisme penangganan social kepada masyarakat sekitar hanya sebagai pemadam kebakaran belaka.

    Celakanya lagi, mekanisme tersebut menjadi suatu norma yang berlaku umum dengan istilah CSR, apalagi saat ini Undang-undang nomer 1 tahun 1995 pasal 74 tentang Perseroan Terbatas mensyaratkan setiap perusahaan untuk melakukan hal tersebut.

    Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana CSR atau SR [ whateverlah…hehe..] idealnya dilakukan?…sekali lagi untuk melihat bagaimana CSR tersebut idealnya dilakukan kita perlu untuk melihat fungsi ideal dari CSR itu sendiri, menurut Augustine J Bulton (Asian Development Bank 2005) bahwa fungsi CSR adalah : “Industri/usaha/perusahaan dengan menerapkan CSR yang baik mendapatkan keuntungan laba 84 % dan tanpa CSR 16 % dari target yang direncanakan, Mendapatkan keuntungan sosial, Mencegah konflik dan persaingan yang terjadi, Kesinambungan usaha/bisnis, pengelolaan sumber daya alam serta pemberdayaan masyarakat, Sebagai License to Operate.”

    Dari uraian fungsi diatas manfaat yang dapat diberikan baik perusahaan adalah:
    1. Mengurangi tingkat resiko (keamanan) melalui adanya dukungan sosial dan trust buliding.
    2. Membentuk reputasi/citra korporat dan merupakan cara “investasi”baru.
    3. Sarana mendapatkan“Izin” lokal beroperasinya perusahaan.
    4. Sarana bagi perusahaan untuk memenuhi sasaran-sasaran usahanya; tenaga kerja, bahan baku, pangsa pasar baru, dll.
    5. Learning laboratory untuk inovasi dan pengembangan usaha perusahaan
    6. Berbagi pengetahuan lokal dan tenagakerja
    7. Sebagai entry point melakukan pengorganisasian kelompok2 dalam masyarakat dan embrio mengembangkan kemitraan yang mutual benefit.

    sedangkan manfaat bagi masyarakat adalah:
    1. Komplementer dari program pembangunan oleh pemerintah
    2. Permasalahan-permasalahan yang terkait dengan kemiskinan, pengangguran, ketimpangan akan relatif teratasi.
    3. Termanfaatkannya potensi dan sumber daya lokal
    4. Bekerjasama dengan mengembangkan hubungan mutual benefit dengan pihak lain
    Adanya penguatan kapasitas (individu maupun orgamisasi)
    5. Proses lesson learned dalam setiap tahapan program
    6. Kehidupan ekonomi menjadi lebih baik menuju kemandirian.

    Manfaat-manfaat tersebut yang kemudian diterjemahkan dalam program pengembangan masyarakat atau populer dengan istilah Community Development [CD]. persoalan yang muncul kemudian program-program CD yang dilaksanakan sebagai bagian dari CSR suatu perusahaan diartikan dalam berbagai versi, yang kemudian memunculkan perdebatan baru lagi. namun demikian sebagai bagian dari diskusi kita terkait tentang ke-CSR an perlulah diulas sedikit disini CD yang bagaimana yang seharusnya dilakukan untuk masyarakat berdasarkan inisiasi dari coorporate.

    Program CD memiliki 3 karakter utama yaitu sebagai:
    1. Community Based:
    – Masyarakat sebagai pelaku/subjek dalam perencanaan dan pelaksanaan.
    – Mempunyai kewenangan dalam mengambil keputusan ttg kegiatan yg diperlukan
    – Keputusan merupakan collective decision
    2. Local resources based:
    – penciptaan kegiatan yang berbasis sumberdaya setempat: pertanian, kerajinan, perdagangan, dsb
    3. Sustainable:
    – CD harus berfungsi sbg primer mover dlm pembangunan masyarakat scr berkelanjutan.

    Bentuk-bentuk kegiatan community development yang dianggap mencerminkan corporate social responsibility meliputi:

    1. Grants (Hibah); untuk membiayai kegiatan tertentu dan dirasakan manfaatnya secara langsung. Misalnya: pabrik susu membangun breast feeding area bagi ibu-ibu pekerja yang baru melahirkan anak. Atau membangun perpustakaan umum untuk menggairahkan minat baca.
    2. Equipment: Perusahaan memberikan bantuan komputer bagi sekolah yang membutuhkan peralatan tersebut untuk meningkatkan kualitas anak didik.
    3. Staff Secondments: Memberikan bantuan keahlian dengan memperbantukan karyawan yang kompeten dalam kegiatan yang dilakukan masyarakat.
    4. Training: Pelatihan ketrampilan yang siap pakai.
    5. Projects: Pengembangan ternak unggul, bibit unggul, dsbnya.
    6. Use of facilities: Pemanfaatan kemudahan perusahaan seperti poliklinik, lapangan olahraga, dsb.
    7. Visitor Centres: Untuk memenuhi rasa ingin tahu (curiosity) anggota masyarakat.
    8. Open House: Membuka kesempatan pada publik untuk menjadi tamu perusahaan.
    9. Environmental Improvements: Membantu pengadaan air bersih bagi masyarakat.
    10. Corporate Philantrophy: Alokasi dana untuk beasiswa, pengembangan seni budaya, penulisan buku, dsbnya.

    Akhirnya, silahkan berpikir kembali dalam mengkritisi suatu fenomena yang bernama CSR, karena saya tidak punya pretensi untuk berusaha menyimpulkan atas suatu fenomena yang ada. biarkan perdebatan ini tetap menjadi perdebatan, namun yang terpenting kita semakin dewasa dalam menyikapi suatu persoalan yang ada….

  2. Menjadi kian menarik saat bang endro ikut nimbrung, he he he
    Thx atas pencerahannya
    Memang, sampai kapanpun kepentingan korporat dan masyarakat, akan berpeluang utk bertemu pada titik singgung yang tak selalu sedap utk dirasa. Yang menarik, seperti yg sdh diungkap oleh bang Endro, kini, CSR memang sdh menjadi media pembentukan citra korporat sebagai cara baru utk berinvestasi.
    Soal “izin” lokal, itu memang benar terjadi. Bahkan model CSR smcam itu, ternyata juga sdh termaktub dlm strategi perang kuno sbg salah satu folklor milik bangsa Cina. Itu mengapa banyak perusahaan Eropa/Amerika yg harus angkat koper lebih awal dari Cina, karena mereka terlalu berpatok pada perhitungan2 semacam ROI yg menganjurkan adanya perhitungan dlm berinvestasi.
    Lalu soal istilah, memang ada macem2 sebutan yg mirip dgn CSR. Di sini, kita mengenal istilah corporate giving, corporate philanthropy, corporate community relations, corporate social activity, atau community development. Bahkan akhir2 ini ada jg istilah university social responsibility, yg dulunya dikenal dgn sebutan Pengmas.
    Benar apa yg dikatakan bang Endro, bahwa CSR jg sdh digunakan sbg alat utk mendongkrak harga saham. Saat ini, dikenal istilah aquariumisasi, dimana perush yg tdk transparan hingga mengabaikan prinsip etis atau filantropis, maka ia akan kian dijauhi oleh publik. Dan ini, tentu akan menjadi bom waktu bagi perush2 yg sdh Go Public.
    Namun peran CSR dlm membantu meningkatkan keuntungan perush pun, trnyata masih diragukan. Hal ini dianggap krg didukung dgn data2 empiris. CSR dinilai hanya mampu memberi keuntungan utk melejitkan keuntungan di saat2 tertentu saja. Yang intinya, CSR tak lagi dianggap sbg strategi generik.
    Ini mungkin karena, CSR yg diterapkan, tdk didasari dgn komitmen genuine, dan hanya bersifat menutupi praktik bisnis yg berpotensi utk memunculkan ethical questions.
    Bahkan, sebuah perusahaan besar pernah tersandung masalah, hanya karena ia salah sasaran dlm membantu (CSR). Di sebuah daerah yg memang sdh biasa mempekerjakan anak, sprti di Indonesia/India misalnya, dgn maksud CSR, perush tsb membuka lapangan kerja hingga memberi bantuan modal lunak. Nah, di daerah asalnya, perush justru menuai masalah, karena dianggap telah mempekerjakan anak di bawah umur. Demikian, telah terjadi kamuflase dlm CSR.
    Seperti yg disebut bang Endro, banyak memang program CSR yg hanya bersifat kiss and run, yg artinya tdk berkelanjutan. Dan celakanya, masyarakat cukup merasa puas dgn hanya menerima “ciuman bule” semacam itu. Bahkan ada gurauan yg menyatakan CD tk lagi disebut sebagai community development, namun benar2 dieja sebagai “celana dalam” yg memang hanya ditujukan utk menutup aurat para korporasi besar yg tengah menguras kekayaan orang lokal 🙂

  3. Ardian I.p. (Post Anthrop Unpad (2004-2008)

    Wah,seru juga ya menyimak diskusi soal CSR (& peran antropologi, seharusnya). Sungguhpun, saya masih polos soal itu, tapi punya mau belajar ah. Diskursus CSR terus mengalami kumulasi, seperti ideologi, ‘kemarin’ dia akan dianggap sebagai thesis, lalu ‘hari ini’ ada yang mengkritik kelemahannya, mengampil posisi sebagai anti-thesisnya. perdebatan mengenai pro-kontra (ethical) belum akan final, terus disempurnakan, karena ‘besok’ tinggal kita tunggu apa sinthesisnya, lalu ia jadi thesis baru lagi, demikian daur diskursus terus bergulir.

  4. CSR di bahas emang menarik, lantas bagai mana dengan pengakuan pihak pajak atas biaya-biaya yang dikeluarkan untuk CSR?
    pajak tentu memiliki kriteria-kriteria tersendiri dalam pengakuan biaya CSR terhadap pengurang penghasilan bruto.
    CSR yang terlalu berlebihan hanya akan dianggap sebagai dalih untuk mengecilkan laba perusahaan, yang selanjutnya setoran pajak yang di bayarkan perusahaan menjadi lebih kecil, dan akhirnya, pajak tidak mengakui pengeluaran perusahaan dalam kegiatan CSR tersebut sebagai biaya perusahaan, walaupun kegiatan CSR tersebut disarankan oleh pemerintah.

    pendapat saya benar gak?? mohon di koreksi.

    saya adalah seorang mahasiswi yang sedang belajar masalah CSR dan pengakuannya dalam pajak, mohon bantuannya.
    mega_palembang@yahoo.co.id

  5. wah, seru juga pembahasan tentang CSR. Jadi ingin nimbrung nech.
    Menurut UU No 40 tahun 2007 menjadikan CSR adalah sebuah kewajiban yang dilaksanakan oleh corporate. Ini akan sangat menarik untuk disimak secara seksama, bagaimana perjalanan sebuah corporate untuk menjalankan kegiatan CSR. Lebih lebih sekarang sudah ada panduan untuk menerapkan CSR yang benar yaitu ISO 26000. Dalam ISO 26000 disebutkan bahwa ada 7 klausul yang menyatakan kegiatan CSR yaitu 1. Tata Kelola organisasi, 2. HAM, 3. Ketenagakerjaan, 4. Lingkungan, 5. Operasi yang adil, 6. Isu konsumen, 7. Community development.
    Jadi apakah dibenarkan bahwa sebuah perusahaan yang mendapat CSR award masih tidak peduli terhadap lingkungan sekitar ataupun masih memperkerjakan anak dibawah umur.
    Silahkan didiskusikan bersama….

  6. Ping-balik: CSR (Corporate Social Responsibilty) « Thiyo90's Blog

Tinggalkan komentar